Senin, 18 Januari 2016

CEMARAN PADA PANGAN PADA PRODUK ASAL HEWAN





CEMARAN PADA PANGAN
oleh drh Iyan Kurniawan
 
Pangan merupakan kebutuhan mendasar manusia yang paling pokok. Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak asasi utama umat manusia, karena hanya dengan pemenuhan pangan yang layak dan aman dikonsumsi manusia dapat tumbuh dan berkembang. Pangan yang layak dikonsumsi harus ada dalam keadaan normal dan tidak menyimpang dari karakteristik yang seharusnya dimiliki, yaitu harus bebas dari bahaya biologis, kimia dan fisika yang membahayakan kesehatan manusia. Dari sudut pandang inilah keamanan pangan merupakan suatu keharusan.
Jika tidak dipilih secara hati-hati atau tidak diolah dengan cara-cara yang benar, pangan dapat membahayakan kesehatan konsumen yang menyantapnya, karena bisa tercemar oleh bahan¬bahan berbahaya. Bahan-bahan berbahaya itu masuk bersama-sama dengan pangan ke dalam tubuh dan menimbulkan penyakit atau keracunan. Ada beberapa jenis bahaya dalam pangan, yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu: bahaya biologis, bahaya kimia dan bahaya fisik..
            Kejadian atau kasus keracunan makanan (foodborne diseases) karena mengkonsumsi makanan yang tidak aman sering terjadi di masyarakat. Kejadian-kejadian ini menunjukkan bahwa keamanan pangan di masyarakat masih menjadi masalah utama yang harus dihadapi.
Berikut ini adalah batasan maksimum cemaran dalam pangan :
NO.
JENIS MAKANAN
PRODUK-PRODUK SUSU DAN ANALOGNYA
JENIS CEMARAN MIKROBA
BATAS MAKSIMUM



1
Susu pasteurisasi (plain atau
berperisa)
ALT (30oC, 72 jam)
5x104 koloni/ml

APM Koliform
10/ml *

APM Escherichia coli
<3/ml

Salmonella sp.
negatif/25 ml

Staphylococcus aureus
1 x 102 koloni/ml

Listeria monocytogenes
negatif/25 ml

2
Susu steril dan susu UHT (plain atau berperisa)
ALT (30oC, 72 jam) setelah inkubasi selama 15 hari
< 10 koloni/0,1 ml

3
Susu fermentasi (yogurt) (plain
atau berperisa)
APM Koliform
10/ml *

Salmonella sp.
negatif/25 ml

Listeria monocytogenes
negatif/25 ml

4
Susu evaporasi dan susu skim
evaporasi
ALT (30oC, 72 jam)
1 x 102 koloni/ml

APM Koliform
10/ml *

Salmonella sp.
negatif/25 ml

Staphylococcus aureus
1 x 102 koloni/ml

5
Susu kental manis dan susu
skim kental manis (plain atau
berperisa)
ALT (30oC, 72 jam)
1 x 104 koloni/g

APM Koliform
10/g *

Salmonella sp.
negatif / 25 g

Staphylococcus aureus
1 x 102 koloni/g

Kapang dan khamir
2 x 102 koloni/g

6
Krimer nabati bubuk
ALT (30oC, 72 jam)
5x104 koloni/g

APM Koliform
10/g *

Salmonella sp.
negatif/25 g

Staphylococcus aureus
1 x 102 koloni/g

7
Krim pasteurisasi
ALT (30oC, 72 jam)
5x104 koloni/g

APM Koliform
10 /g *

Salmonella sp.
negatif/25 g

Staphylococcus aureus
1 x 102 koloni/g

Listeria monocytogenes
negatif/25 g

8
Susu bubuk dan susu skim bubuk
ALT (30oC, 72 jam)
5 x104 koloni/g

APM Koliform
10/g *

*Jika pengujian Enterobacteriaceae menunjukkan hasil negatif per 2x1 gram maka tidak diperlukan pengujian koliform.

DAGING DAN PRODUK DAGING
9
Dendeng sapi, daging asap
yang diolah dengan panas
ALT (30oC, 72 jam)
1x105 koloni/g

APM Escherichia coli
<3/g

Salmonella sp.
negatif/25g

Staphylococcus aureus
1x102 koloni/g

Bacillus cereus
1x103 koloni/g

10
Produk daging kering (termasuk
abon); kerupuk kulit, kerupuk
paru, keripik usus ayam
ALT (30oC, 72 jam)
1x105 koloni/g

APM Escherichia coli
<3/g

Salmonella sp.
negatif/25g

Staphylococcus aureus
1x102 koloni/g

11
Daging olahan dan daging ayam
olahan (bakso, sosis, naget,
burger)
ALT (30oC, 72 jam)
1x105 koloni/g

APM Koliform
10/g

APM Escherichia coli
<3/g

Salmonella sp
negatif/25 g

Staphylococcus aureus
1x102 koloni/g

Clostridium perfringens
1x102 koloni/g

12
Sosis masak (tidak dikalengkan,
siap konsumsi)
ALT (30oC, 72 jam)
1 x 104 koloni/g

APM Koliform
<3/g

Salmonella sp.
negatif/25g

Staphylococcus aureus
1x102 koloni/g

Clostridium perfringens
10 koloni/g

Listeria monocytogenes
negatif/25g

13
Corned dalam kaleng, sosis
dalam kaleng
Ikan dan produk perikanan
ALT (30oC, 72 jam)
1x102 koloni/g

Clostridium perfringens
negatif/g




14
Ikan, filet ikan dan produk
perikanan meliputi moluska,
krustase dan ekinodermata yang
dibekukan
ALT (300C, 72 jam)
5x105 koloni/g

APM Escherichia coli
<3/g

Salmonella sp.
negatif/25 g

Vibrio cholerae
negatif/25 g

15
Ikan, filet ikan dan hasil
perikanan termasuk moluska,
krustase dan ekinodermata
berlapis tepung yang dibekukan
ALT (30oC, 72 jam)
5x105 koloni/g

APM Escherichia coli
< 3/g

Salmonella sp
negatif/25g

Vibrio cholerae
negatif/25 g

16
Hancuran dan sari ikan termasuk moluska, krustase dan ekinodermata yang dibekukan
ALT (30oC, 72 jam)
5x105 koloni/g

APM Escherichia coli
<3 /g

Salmonella sp
negatif/25 g

Vibrio cholerae
negatif/25 g

NO.
JENIS MAKANAN
JENIS CEMARAN MIKROBA
BATAS MAKSIMUM

17
Ikan dan produk perikanan
termasuk moluska, krustase dan
ekinodermata yang dikukus atau
rebus dan atau goreng
ALT (30oC, 72 jam)
5x105 koloni/g

APM Escherichia coli
<3/g

Salmonella sp
negatif/25 g

Staphylococcus aureus
1x103 koloni/g

Vibrio cholerae
negatif/25g

18
Ikan olahan yang diasap dengan
atau tanpa garam
ALT (30oC, 72 jam)
5x105 koloni/g

APM Escherichia coli
<3/g

Salmonella sp
negatif/25 g

Staphylococcus aureus
1x103 koloni/g

Kapang
<1x102 koloni/g

19
Ikan olahan yang dikeringkan
dengan atau tanpa garam
ALT (30oC, 72 jam)
1x105 koloni/g

APM Escherichia coli
<3/g

Salmonella sp
negatif/25 g

Vibrio cholerae
negatif/25g

20
Ikan olahan yang difermentasi
dengan atau tanpa garam
APM Escherichia coli
< 3/g

Salmonella sp
negatif/25g

Staphylococcus aureus
1x103 koloni/g

Vibrio cholerae
negatif/25g

21
Ikan dan produk perikanan awet, meliputi ikan dan produk
perikanan yang dikalengkan atau difermentasi, termasuk
moluska, krustase dan ekinodermata
ALT aerob termofilik (300C, 72 jam)
<1x101 koloni/g

ALT anaerob (300C, 72 jam)
<1x101 koloni/g

Clostridium sp
negatif/g

TELUR DAN PRODUK-PRODUK TELUR
22
Telur cair, putih telur cair dan
kuning telur cair (dengan
pasteurisasi), telur beku, telur
tepung/kering
ALT (30oC, 72 jam)
5x104 koloni/g

APM Koliform
50/g

Salmonella sp.
negatif/25g

Staphylococcus aureus
negatif/g

23
Telur asin
Salmonella sp.
negatif/25g

Staphylococcus aureus
<1x101 koloni/g

24
Makanan pencuci mulut
berbahan dasar telur (misalnya
custard)
ALT (30oC, 72 jam)
1x104 koloni/g

APM Koliform
< 3/g

Salmonella sp.
negatif/25g

Staphylococcus aureus
negatif/g


REFF
Anonim. 2015.  standar-batas-maksimum-cemaran-mikroba.

Ardiansyah, 2013.  Keamanan Pangan dan Kesehatan Masyarakat. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, FTIK, Universitas Bakrie

Gesit Widagdo. 2013.  berbagai bahan cemaran yang berbahaya.

 



Rabu, 02 Desember 2015

RESIDU HORMON PERTUMBUHAN PADA DAGING SAPI....??????



RESIDU HORMON PERTUMBUHAN PADA DAGING SAPI
Hormon adalah Suatu senyawa kimia yang diproduksi (umumnya dalam jumlah yang sangat sedikit) oleh suatu kelenjar tertentu dan memberikan pengaruh kepada bagian tubuh yang lainnya secara terkoordinir. Tujuan penggunaan hormon ditujukan sebagai pemacu pertumbuhan digunakan untuk meningkatkan produksi ternak dengan cara mempercepat laju pertumbuhan. Sejak 1950 penggunaan secara luas hormone (hexoestroi) sebagai growth promotors di USA. Ditujukan untuk meningkatkan berat badan tanpa harus memberi pakan dalam jumlah banyak (overfeeding). Hormon tersebut amat baik digunakan pada ternak sapi, domba, unggas, namun kurang berpengaruh pada babi.

Amerika Serikat (AS) dan Australia masih melakukan praktik pemberian hormon pada sapi. Hormon ini diberikan untuk memacu pertumbuhan sapi sehingga sapi akan mencapai bobot badan maksimal dalam waktu singkat.

Namun demikian dalam prakteknya, preparat hormon pemacu pertumbuhan digunakan dalam bentuk implan yang berbentuk kecil di bawah kulit pada bagian belakang telinga. Implan hormon akan melepaskan hormon ke dalam sirkulasi tubuh secara perlahan dalam dosis yang kecil selama periode penggunaan umumnya antara 100 – 200 hari, tergantung dari jenis produknya. Ada enam jenis anabolik steroid yang digunakan dalam berbagai variasi kombinasi sebagai pemacu pertumbuhan pada ternak sapi di beberapa negara seperti USA, Canada, dan Australia. Tiga diantaranya merupakan steroid alamiah seperti estradiol, testosterone, dan progesterone, dan tiga jenis lainnya merupakan hormon sintetik (zeranol, trenbolone acetate, dan melengestol acetate)

Konsumsi seluruh daging sapi potong yang mengandung hormon tidak berbahaya bagi kesehatan manusia, sepanjang tidak melampaui batas maksimum residu (maximu­m residue limit/MRL) yang memperhitungkan Acceptable Daily Intake (ADI) atau batas maksimum hormo­n yang dapat dikonsumsi. WHO/FAO dan FDA Amerika Serikat menetapkan ADI hormon trenbolon aseta­t adalah 0,01mg/kg berat badan. Dalam keadaan normal, kandungan hormon testosteron sapi jantan dalam daging paha 0,1-1,1 ppb; hati 0,3-1,2 ppb; dan testes 1920 ppb. Di berbagai negara yang masih memberikan hormon pertum­buhan pada sapi, di samping hormon alamiah juga digunakan hormon pertumbuhan sintetis. Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan beberapa negara lain, masih menggu­nakan hormon pertumbuhan sintetis untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas daging. Sama sepert­i Uni Eropa, Indonesia melarang penggunaan hormon pertum­buhan yang bersifar alami dan sintetis, sesuai SK Dirjen Peternakan no.107/Kpts/DJP/Deptan/1980.

Trenbolon memberikan efek negatif terhadap organ repro­duksi mamalia dari berbagai spesies (JECFA 1988; Directorate Consumer Policy and Consumer Health Protection 1999). Pada manusia, konsumsi daging yang mengan­dung residu TBA secara terus menerus dapat menyebabkan efek: karsinogenik (kanker rahim, kanker payudara, kanker prostat); pada anak laki laki yang mengonsu­msi secara terus menerus dapat menyebabkan peningkatan kadar testosteron sehingga tanda-tanda kelami­n sekunder cepat terlihat; teratogenik (menyebabkan kelainan pada embrio/cacat pada bayi); mutagenik; perubahan perilaku seksual menyimpang; serta memengaruhi siklus menstruasi wanita.
Adapun batas maksimum residu hormon Codex Alimentarius Commission dan SNI yaitu :
Jenis Hormon
Jenis
Hewan
Jenis Organ
CODEX
SNI
MRL (µg/Kg)
Trenbolone acetate
sapi
otot
2
Tidak diatur
sapi
hati
10
Melengestrol acetate
sapi
otot
1
2.5
sapi
hati
10
-
sapi
ginjal
2
-
sapi
lemak
18
-
Zeranol
sapi
otot
2
2
sapi
hati
10
-

Kebijakan Pemerintah terkait Residu Hormon:

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 806 tahun 1994; Surat edaran Direktur Kesehatan Hewan Nomor 329/X-C tanggal 4 Oktober 1983; Hasil rapat komisi obat hewan Indonesia tanggal 12 Agustus 1998:
  • Hormon pemacu pertumbuhan tidak dijinkan penggunaannya pada hewan produksi untuk konsumsi;
  • Trenbolon asetat diklasifikasikan sebagai obat keras yang tidak diijinkan untuk didaftar dan diedarkan;
  • Untuk itu di SNI: 01-6366-2000,BMR trenbolon acetate dalam makanan asal hewan tidak ditetapkan.
Monitoring Residu hormon :
  •     Upaya pemerintah dalam menjamin ketentraman batin masyarakat konsumen;

  •    Dilakukan terhadap daging sapi impor maupun lokal, terutama dilakukan di daerah yang merupakan sentra penyediaan ternak sapi;

  •    Lokasi pengambilan contoh dilakukan di tempat-tempat penjualan (pasar tradisional dan swalayan) dan beberapa fasilitas utama penyediaan daging sapi (seperti RPH, kios daging, serta cold storage yang dimiliki oleh distributor dan importir daging).

Reff

Drh. Zaza Famia dan Drh. Laksmi Widyastuti., 2014. Medik Veteriner Pertama, Direktorat Kesmavet dan Pascapanen.

Anonim. 2011. Dampak Residu Antibiotik Dan Hormon Dalam Produk Hewan. BALAI PENGUJIAN MUTU PRODUK PETERNAKAN

Julia R. 2015. Bahaya Hormon Pertumbuhan Dalam Daging Sapi. Edisi No 04 Vol XLI - 2015 - Editorial


PERAN CORPORATE UNIVERSITY DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEGAWAI BADAN KARANTINA INDONESIA MELALUI PPSDMKHIT

  PERAN CORPORATE UNIVERSITY DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEGAWAI BADAN KARANTINA INDONESIA MELALUI PPSDMKHIT   Iyan Kurniaw...