Gambaran
Titer Antibodi Avian Influenza dengan Metode HA-HI Pada Ayam Bangkok yang
Dilalulintaskan Masuk Ke Wilayah Provinsi Bengkulu
drh
Iyan Kurniawan, Medik Veteriner Pertama
Stasiun
Karantina Pertanian Kelas I Bengkulu
Permasalahan flu burung, baik pada unggas maupun pada
manusia merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian serius dari
berbagai pihak. Hal ini terkait dengan semakin meluasnya penularan dan
penyebaran flu burung di Indonesia. Mobilitas manusia, produk unggas, dan migrasi
unggas ke wilayah Provinsi Bengkulu memungkinkan penyebaran virus Avian influenza. Mudahnya tranportasi
lokal dan regional akan lebih memungkinkan penyebaran virus ke area yang lebih
luas. Materi penelitian menggunakan ayam bangkok yang dilalulintaskan masuk
kewilayah Provinsi Bengkulu sebanyak 50 sampel ditahun 2015. Metode penelitian
menggunakan Uji Haemaglutination Inhibition (HI Test). Hasil penelitian menunjukan
bahwa 50 sampel mengandung negatif
antibodi Avian Influenza, dan titer
antibodi 20 sehingga antibodi yang dimiliki ayam tidak protektif
terhadapat Avian Influenza.
Kata Kunci : Antibodi,
Flu Burung, Mobilitas, Uji Haemaglutination Inhibition
PENDAHULUAN
Permasalahan flu burung di Indonesia baik pada unggas
maupun pada manusia merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian serius
dari berbagai pihak. Hal ini terkait dengan semakin meluasnya penularan dan
penyebaran flu burung di Indonesia. Data mencatat kerugian kematian unggas
periode Agustus – Desember 2003 sebanyak 4.179.270 ekor, Januari - Desember
2004 sebanyak 5.014.273 ekor, Januari - Desember 2005 mencapai 1.066.372 ekor
dan Januari - Desember 2006 mencapai 1.058.157 ekor (Sudarsono 2007), sedangkan
kasus flu burung pada manusia hingga saat ini kasusnya semakin bertambah.
Sehingga organisasi kesehatan dunia atau WHO (World Health Organization)
mengkhawatirkan virus flu burung akan menjadi ancaman serius di kawasan Asia.
Bahkan organisasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menyatakan flu burung lebih
berbahaya dari penyakit SARS (Severe Acut Respiratory Syndrome) akibat potensi
atau kemampuan virus ini untuk mengakibatkan pandemi atau peristiwa letupan dan
penyebaran penyakit menular yang terjadi secara cepat dan melintas secara luas
melewati batas negara dan benua (Soejoedono dan Handharyani 2005). Diperkirakan
sedikitnya 7 juta orang akan meninggal dunia. (Dirjend PP dan PL, Depkes 2007)
Selain itu, dampak berikutnya akibat flu burung adalah
kerugian ekonomi yang sangat besar, khususnya bagi peternak unggas.
Diperkirakan total kerugian peternak di Indonesialebih dari Rp.1 trilliun untuk
periode Januari - Maret 2007 (Sudarsono 2007). Juga dilaporkan hingga Agustus
2006, kerugian akibat flu burung, Thailand mengalami kerugian sebesar 1,2
miliar dolar AS dan Vietnam 200 juta dolar AS, angka ini belum termasuk
kerugian bagi negara - negara lainnya yang juga sangat besar akibat pemusnahan
dan kematian unggas dengan tingkat kematiannya hingga 95 % (Siegel 2006).
Bahkan dalam perdagangan unggas Internasional, ketakutan masyarakat untuk
mengkomsumsi produk unggas (daging ayam dan telur) sangat berpengaruh pada
bisnis industri perunggasan secara global, seperti halnya masalah penyakit Sapi
Gila (Bovine Spongioform Encephalopathy) yang melanda Amerika Utara(Aho 2004).
Menurut
Soejoedono dan Handharyani (2005) akibat flu burung dibedakan menjadi dua,yakni
pada ternak unggas meliputi: unggas yang terkena penyakit flu burung akan
menunjukkan gejala lengkap, mulai pernapasan, kemampuan produksi ayam,
pencernaan dan syaraf yang berdampak pula dengan rusaknya sistem dan organ
dalam termasuk limfoid, seperti bursa fabricius dan timus. Sedangkan gejala
klinis flu burung pada manusia adalah seperti terkena flu biasa yang diikuti
dengan kenaikan suhu tubuh sampai 39ºC, sakit tenggorokan, batuk, sesak napas,
dan keluar lendir bening dari hidung. Kondisi ini biasanya diperparah jika
penderita tidak memiliki nafsu makan ( anoreksia ), diare, muntah dan peradangan
paru - paru (pneumonia). Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik maka
dapat menyebabkan meninggal dunia.
Dampak lainnya yang juga akan mengikuti akibat flu
burung adalah kerugian sektor pariwisata, turunnya investor diberbagai bidang,
ditolaknya beberapa komoditi ekspor Indonesia, berimplikasi pada aspek sosial, kesejahteraan
masyarakat, kondisi dan stabilitas nasional terganggu (Siegel 2006).
Mobilitas manusia, produk unggas, dan
migrasi unggas ke wilayah Provinsi Bengkulu memungkinkan penyebaran virus Avian
influenza. Mudahnya tranportasi lokal dan regional akan lebih memungkinkan
penyebaran virus ke area yang lebih luas. Salah satu cara untuk mengetahui
penyebaran virus pada suatu daerah dapat dilakukan surveilans keterparan virus
pada hewan. Secara alami, keterpaparan virus Avian influenza dapat
membangkitkan respon pertahanan tubuh, yaitu pertahanan seluler dan pertahanan
humoral. Pertahanan seluler diperankan oleh sel pertahanan inang yang ditujukan
untuk membunuh virus yang berada di dalam sel inang. Pertahan humoral
diperankan oleh antibodi untuk menangkap virus yang terlarut di dalam cairan
seperti di dalam darah, antibodi dapat mengenal antigen yang merangsang
pembentukannya.
BAHAN DAN METODE
Ayam Bangkok yang
dilalulintaskan masuk ke Provinsi Bengkulu
Sampel sebanyak 50 ekor ayam bangkok diambil
sepanjang tahun 2015 berasal dari berbagai wilayah di Indonesia yang
dilalulintaskan masuk ke wilayah Provinsi Bengkulu. Sampel yang diperiksa
berupa serum darah ayam yang diambil dari vena axilaris pada kiri atau kanan bawah sayap ayam. Sampel diambil dan
diperiksa di Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Bengkulu.
Uji Haemaglutination
Inhibition (HI Test)
Serum di-inaktivasi di
waterbath dengan suhu 56° C selama 30 menit. Menyiapkan mikroplate dasar V, baris A digunakan untuk kontrol positif dan
baris B digunakan untuk sampel 1, baris C untuk sampel 2 dan seterusnya sesuai
dengan jumlah sampel yang akan diuji. Masukkan 25 µl larutan PBS dengan menggunakan mikropipet kedalam setiap
sumur baris A, B, C dan seterusnya sesuai dengan jumlah sampel yang akan diuji. Tambahkan 25 µl serum standar Antibodi AI dengan
menggunakan mikropipet kedalam sumur
pertama baris A. Tambahkan 25 µl serum sampel dengan menggunakan mikropipet kedalam
sumur pertama baris B untuk sampel no.
1, kemudian pada sumur pertama baris C untuk sampel no. 2 dan seterusnya sesuai
dengan jumlah sampel yang akan diuji. Homogenkan campuran larutan PBS dengan serum standar dan PBS dengan serum
sampel menggunakan Mutichannel mikropipet, kemudian pindahkan 25 µl kedalam
sumur kedua masing – masing baris. Lakukan hal serupa terhadap sumur-sumur berikutnya untuk memperoleh
pengenceran serial hingga sumur kesebelas. Buang 25 µl campuaran Antigen dan
PBS dari sumur 11. Sumur 12 digunakan sebagai kontrol SDM.Tambahkan 25 µl
Antigen 4 HAU dengan menggunakan multichannel mikropipet pada setiap sumur
disemua baris yang digunakan kecuali sumur 12. Mix Mikroplate perlahan dengan mikroshaker kemudian
inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Tambahkan 25 µl larutan SDM 1 % dengan menggunakan multichannel mikropipet
pada setiap sumur di semua baris yang digunakan. Mix Mikroplate perlahan dengan mikroshaker kemudian
inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar (Anonim, 19990.
Apabila
titer antibodi ayam menunjukkan positif meningkat mencapai 24 atau lebih, ayam
tersebut dinyatakan sebagai ayam yang memiliki kekebalan yang protektif
terhadap serangan Avian influenza. Ayam yang memiliki titer antibodi
kurang dari 24, maka ayam tersebut dinyatakan sebagai ayam yang bersifat tidak
protektif terhadap serangan Avian influenza (OIE, 2000)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
pemeriksaan melalui uji HI terhadap 50 serum ayam yang dilalulintaskan masuk ke wilayah Provinsi Bengkulu menunjukkan
bahwa sebanyak 50
sampel negatif mengandung antibodi (100%) sedangkan 0 sampel menunjukan positif
(0%) seperti yang ditunjukan pada tabel 1.
Tabel 1. Keberadaan antibodi serum ayam buras terhadap
virus Avian Influenza pada ayam yang dilalulintaskan masuk ke Provinsi Bengkulu
Antibodi
|
Jumlah
(ekor)
|
Presentase
(%)
|
Negatif
Positif
|
50
0
|
100
0
|
Total
|
50
|
100
|
Titer antibodi yang dimiliki oleh ayam
bangkok yang dimasukan ke Provinsi Bengkulu sebesar 20 seprti
ditunjukan pada tabel 2.
Tabel
2. Titer antibodi ayam bangkok yang dilalulintaskan masuk ke Provinsi Bengkulu
Titer Antibodi
|
Jumlah (ekor)
|
Presentase (%)
|
20
21
22
23
24
25
26
27
28
|
50
-
-
-
-
-
-
-
-
|
100
-
-
-
-
-
-
-
-
|
Total
|
50
|
100
|
Protektivitas titer antibodi menunjukan serum
ayam bangkok yang dimasukan ke Provinsi Bengkulu tidak memiliki antibodi yang
bisa memberi protektif. Seperti pada tabel 3.
Tabel
3. Protektivitas titer antibodi ayam bangkok yang dilalulintaskan masuk ke
wilayah Provinsi Bengkulu
Titer Antibodi
|
Jumlah (Ekor)
|
Prosentase (%)
|
Tidak
Protektif (<24)
Protektif
(>24)
|
50
0
|
100
0
|
Total
|
0
|
0
|
Menurut panduan dari OIE (2014), uji HI
memiliki sensitivitas tinggi karena dapat mendeteksi antigen HA virus AI
subtipe H5 secara spesifik. Uji HI lebih spesifik dalam mendeteksi antigen HA
yang dimiliki oleh subtipe H5, tetapi sulit membedakan virus AI yang berhasil
diisolasi berasal dari subtipe H5N1, H5N2, atau H5N9. Jika hanya didasarkan
pada uji HI, amat sulit untuk menentukan jenis subtipe. Oleh karena itu,
konfirmasi diagnostik dengan RT-PCR atau pengurutan genetik menjadi syarat
mutlak untuk mengarakterisasi subtipe H5N1 (Krafft et al., 2005).
Hasil penelitian menunjukan bahwa ayam
bangkok yang dilalulintaskan masuk ke wilayah Provinsi Bengkulu meliliki titer
antibodi Avian Influenza 20. Hal ini menunjukan bahwa dalam tubuh ayam
yang dilalulintaskan masuk ke wilayah provinsi Bengkulu tidak terdapat antibodi
yang menunjukan telah terjadi infeksi atau paparan virus AI Subtipe H5N1 (Elfidasari et al.,
2014). Seperti disebutkan pada tabel 3 bahwa dalam tubuh ayam tidak mempunyai
antibodi Avian Influenza sehingga apabila ada kasung lapang, ayam akan mudah
sekali tertular Avian Influenza.
Pada Tabel 2 menunjuka titer antibodi 20 hal ini
terjadi kemungkinan karena ayam bangkok yang dilalulintaskan masuk ke provinsi
bengkulu belum divaksin Avian Influenza
atau bisa juga ayam yang di lalulintaskan masuk ke wilayah bengkulu baru
divaksin sebelum dilalulintaskan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahardjo (2004) yang
menyatakan, bahwa berdasarkan standar OIE, 3 minggu setelah vaksinasi minimal
terbentuk antibodi setinggi 24. Setelah vaksin AI inaktif masuk ke dalam tubuh ayam, maka
virusnya tidak perlu bermultiplikasi (memperbanyak diri) tetapi langsung memacu
jaringan limfoid tubuh untuk membentuk kekebalan.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pengujian laboratorium (HI test)
didapatkan hasil (Tabel 1) bahwa ayam yang dilalulintaskan masuk kewilayah
bengkulu menunjukan hasil negatif yang berarti ayam bangkok yang
dilalulintaskan masuk kewilayah indonesia tidak terinfeksi oleh Avian
Influenza. Sedangkan pada Tabel 3 menunjukan hasil ayam yang dilalulintaskan
masuk ke wilayah Provinsi Bengkulu tidak memiliki titer antibodi protektif
terhadap avian influenza sehingga rentan terkena Avian influenza mengingat di
Provinsi Bengkulu Endemis Avian Influenza. Hal ini bisa dijadikan dasar dalam
menentukan kebijakan bagi Provinsi Bengkulu dalam pengendalian Avian Influenza
di Provinsi Bengkulu.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis
mengucapkan terimakasih kepada Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Bengkulu
atas bantuannya dalam penyelesaian penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aho, P.
2004. The Rippies From Avian Influenza The Future of The World Poultry
Industry. Artikel dalam Poultry International edisi Mei 2004.
Anonim, 1999. Manual
Standar Metode Diagnosa Laboratorium
Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Kesehatan Hewan Dirjen Peternakan,
Deptan.
Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dirjend PP dan PL). 2007.
Situasi Flu Burung Pada Manusia di Indonesia. Bahan Diskusi FMITFB Wilayah Jawa
Bagian Barat dengan Dirjend PP dan PL di Jakarta, 30 Januari 2007.
Elfidasari,
Dewi., Riris,L.P., Agridzadana, F. 2014. Deteksi Antibodi Akibat Paparan Virus
Subtipe H5N1 pada Unggas Air Domestik di Sekitar Cagal Alam Pulau Dua. Jurnal AL-AZHAR
INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 2, No. 4
Krafft,
A.E., K.L. Russell, A.W. Hawksworth, S. McCall, M. Irvine, L.T. Daum, and J.L.
Taubenberger. 2005. Evaluation of PCR testing of ethanol-fixed nasal swab
specimens as an augmented surveillance strategy for influenza virus and
adenovirus identification. J. Clin. Microbiol. 4:1768-1775.
OIE,
2005. OIE Manual of Standards for Diagnostic Test and Vaccines, 4th ed
OIE.
2014. Manual of Diagnostic Test and
Vaccines for Terrestrial Animal. World Organisation for Animal Health.
Rahardjo Y.
2004. Avian Influenza, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasannya: Hasil
Investigasi Kasus Lapangan. Edisi I. PT Gallus Indonesia Utama. Jakarta.
Siegel, MS.
2006. Flu Burung Serangan Wabah Ganas dan Perlindungan Terhadapnya. Bandung:
Kaifa
Soejoedono,
RD dan Handharyani, E. 2005. Flu Burung. Depok: Penebar Swadaya
Sudarsono.
2007. Flu Burung Serang 30 Provinsi. Artikel di Koran Seputar Indonesia 31 januari 2007. Jakarta. Hal:01
Tidak ada komentar:
Posting Komentar